covid-19 in japancovid19 jepanglife in japanpandemi corona di jepangstatus keadaan darurat di jepang
Memahami Status Keadaan Darurat Saat Pandemi Covid-19 Melanda Jepang
Pada 17 April 2020 lalu, PM Shinzo Abe telah menetapkan
Status Keadaan Darurat berlaku di seluruh Jepang. Bukan lockdown yang
ditetapkan oleh Pemerintah Jepang, melainkan Status Keadaan Darurat. Berikut
ini sedikit catatan untuk memahami penetapan Status Keadaan Darurat saat Pandemi Covid-19 melanda Jepang.
Salah
satu upaya guna pencegahan makin meluasnya penyebaran Covid-19 adalah dengan
menetapkan suatu kebijakan untuk mengatur aktivitas dan kehidupan warga
masyrakat. Hal ini dilakukan oleh sebagian besar negara di dunia yang saat ini sedang
dilanda Pandemi, Indonesia dan Jepang termasuk di dalamnya. Pemerintah Indonesia
mengambil kebijakan PSBB, Pembatasan Sosial Berskala Besar untuk diterapkan sebagai
Langkah pencegahan. Sedangkan di Jepang langkah yang diambil adalah dengan
menetapkan Status Keadaan Darurat. Berikut ini sedikit catatan tentang
penetapan Status Keadaan di Jepang.
Kenapa bukan Lockdown?
x
Akibat pandemi Covid-19, beberapa negara telah memutuskan
untuk melakukan lockdown. Negara yang
pertama kali melakukan lockdown tentu saja adalah Tiongkok, tepatnya di kota Wuhan
tempat pertama kali virus tersebut muncul. Menyusul Tiongkok, ada Italia,
Filipina, Arab Saudi, Spanyol, dan Prancis telah menerapkan kebijakan lockdown.
Lockdown dapat berarti penutupan akses dari dalam maupun luar. Lockdown menjadi
sebuah protokol darurat dan biasanya hanya dapat ditetapkan oleh otoritas
pemerintah. Kata ini juga bisa digunakan dalam arti melindungi orang di dalam
fasilitas. Dalam kasus virus corona, negara yang terinfeksi virus corona
mengunci akses masuk dan keluar untuk mencegah penyebaran virus corona yang
lebih luas.
Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Indonesia
Untuk
di Indonesia, saya mencari referensi dari seorang praktisi Manajemen Risiko, Bapak
Haryoko R Wijosoetomo. Beliau telah keputusan lockdown
yang dilakukan pemerintah Cina. Mengapa mereka berhasil menahan penyebaran
Covid 19 di negaranya dan sebaliknya mengapa negara lain yang menerapkan
strategi yang sama, menemui kegagalan. Berikut adalah kutipan hasil analisa beliau,
yang saya ambil dari halaman resmi media sosial miliknya.
Begitu tampak terlihat eskalasi penularan, tingkat kesakitan dan
tingkat kematian warga Wuhan yang terus naik, Pemerintah Tiongkok dengan cepat
menutup total kota Wuhan dan selanjutnya kota-kota lain di Provinsi Hubei.
Tujuannya satu, mencegah jangan sampai virus keluar dari Wuhan dan Provinsi
Hubei sehingga menjalar di seluruh wilayah Tiongkok. Tampaknya ini sebuah
keputusan mudah, padahal Pemerintah Tiongkok harus bekerja sangat keras untuk
memastikan agar syarat-syarat lockdown terpenuhi sehingga masyarakat
yang diisolasi tidak panik dan memberontak. Beberapa syarat untuk terpenuhinya
kebijakan lockdown adalah:
1. Dukungan Logistik Yang Sangat Kuat
Ketika masyarakat harus berdiam di rumah dan tidak boleh keluar
sama sekali untuk memutus mata rantai penularan, Pemerintah harus menjamin
kebutuhan hidup para warganya. Tiongkok adalah negara kaya, mereka mampu
mendorong dan mendisribusikan kebutuhan warga kota dengan baik. Sama sekali tak
terdengar isu kelaparan di Wuhan selama proses isolasi berlangsung.
2. Menyediakan Fasilitas Perawatan Dengan Kapasitas Besar
Dunia pun dikejutkan dengan kemampuan Pemerintah Tiongkok
mengerahkan seluruh kekuatan logistiknya untuk membangun gedung Rumah Sakit
darurat dengan skala raksasa (bukan lagi besar) guna merawat korban Covid-19, yang
memerlukan perawatan medis di rumah sakit. Dan mereka Pemerintah Tiongkok
berhasil menyelesaikan pembangunan gedung Rumah Sakit tersebut hanya dalam
waktu dua minggu.
3. Menyiapkan Dukungan Logistik Kesehatan Yang Kuat
Sebuah gedung Rumah Sakit darurat raksasa tentu akan menjadi
tidak bermanfaat jika tidak ada dukungan logistik kesehatan yang kuat dan
Pemerintah Tiongkok mampu memenuhinya. Sejak dari logistik medikasi hingga Alat
Pelindung Diri bagi para tenaga kesehatan, semua tersedia mencukupi.
4. Ketersediaan Tenaga Dokter dan Perawat
Karena penyebaran virus berhasil ditahan di zona episenter,
Pemerintah Tiongkok memiliki kesempatan untuk memobilisasi dokter dan tenaga
kesehatan dari seluruh wilayah Tiongkok ke zona tersebut. Mereka relawan, tidak
diupah, namun bekerja di zona merah tersebut dengan sepenuh hati hingga situasi
mereda.
5. Ketersediaan Call Center dan Ambulans
Pemerintah Tiongkok harus menyediakan call center bagi warga
Wuhan untuk melaporkan diri jika mereka terjangkit, atau terjangkit dan
membutuhkan rawatan medis. Juga menyediakan sarana ambulans untuk menjemput
korban dan membawanya ke rumah sakit darurat untuk dirawat di sana.
Jadi, pelajaran yang bisa dipetik dari Tiongkok adalah mereka
berhasil melakukan strategi lockdown karena didukung oleh rakyat yang
patuh, manajemen pemerintah di bidang penanggulangan bencana yang efisien dan
kekuatan logistik yang luar biasa.
Sehingga untuk Indonesia, jawaban yang paling logis adalah physical
distancing dan itu sudah berulangkali diserukan dan ditegaskan oleh pemerintah.
Dan Indonesia memerlukan kerjasama dan kebersamaan kuat dari semua pihak,
terutama warga masyarakatnya untuk menghadapi gelombang infeksi Covid19. Maka dari itu Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah langkah yang diambil oleh pemerintah.
Penetapan Status Keadaan Darurat di Jepang
Sedangkan
untuk di Jepang, Gubernur Kota Metropolitan Tokyo melalui memberikan pernyataan
penting saat melakukan sesi tanya di Press Release pada 25 Maret 2020.
Berikut kutipan dari Gubernur Koike hasil terjemahan oleh Ibu Yati Anggarini.
“Kali ini adalah permintaan kepada masyarakat. Di
negara-negara lain di dunia, sudah menerapkan tindakan yang paling tegas, yaitu
“Lockdown”. Di lain pihak, dengan berbagai batasan secara hukum, yang
bisa kita lakukan sekarang adalah berupa permintaan kepada masyarakat untuk
membatasi aktivitas. Tapi yang lebih penting di sini adalah bukan tentang
bagaimana ini secara hukum, tetapi bagaimana agar setiap warga masyarakat
memiliki kesadaran agar kita bersama bisa melalui masa sulit ini dari hal yang
paling dasar dan penting, cuci tangan dengan benar dan menghindari tempat
dengan 3 kondisi rawan penularan.”
Hal ini kemudian dilanjutkan dengan penyataan Gubernur Koike yang
menetapkan Pelaksanaan Pembatasan Aktivitas. Berikut ketetapan yang dikeluarkan
oleh Gubernur Tokyo pada 27 Maret 2020 tentang Pelaksaan Pembatasan Aktivitas.
Sampai tanggal 12
April 2020 seluruh warga Tokyo diharapkan untuk:
a. Menghindari tempat
yang memenuhi 3 kondisi rawan tertular (tempat tertutup dengan sirkulasi udara
yang buruk, banyak orang dan padat, berbicara dalam jarak dekat)
b. Pada hari kerja,
sebisa mungkin bekerja dari rumah, membatasi untuk bepergian keluar rumah pada
malam hari
c. Pada akhir pekan,
membatasi bepergian keluar rumah hanya untuk keperluan yang mendesak.
Situs terkait:
Sehari setelah penetapan Pelaksanaan Pembatasan Aktivitas
oleh Gubernur Tokyo, hal yang senada kemudian dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat.
Pada 28 Maret 2020 PM Shinzo Abe mengeluarkan penyataan melalui Press
Release. Berikut pernyataan beliau yang telah diterjemahkan.
“Dalam beberapa hari ini, di beberapa negara jumlah pasien
yang meninggal sudah mencapai ratusan orang. Sistem kesehatan tidak mampu
menangani jumlah pasien dengan gejala parah yang jumlahnya semakin meningkat,
dan terjadilah kelumpuhan sistem kesehatan. Hal ini bukanlah masalah negara
lain saja, dalam waktu singkat, hal yang sama bisa juga terjadi di Jepang.
Sekali lagi diharapkan agar semua masyarakat selalu dalam kewaspadaan tingkat
tinggi dalam beraktivitas “
Di bawah ini permohonan kepada warga masyarakat Jepang
yang disampaikan oleh PM Shinzo Abe pada 28 Maret 2020.
- Diharapkan kerjasama untuk menaati himbauan dari masing-masing pemerintah daerah. Ex: Tokyo, Chiba, Kanagawa, Saitama, Yamanashi, Osaka, Kumamoto
- Diharapkan kerjasama untuk menghindari tempat yang memenuhi 3 kondisi rawan penularan (tempat tertutup dengan sirkulasi udara buruk, banyak orang dan padat, percakapan dan berbicara dalam jarak dekat)
- Diharapkan untuk membatasi bepergian ke luar negeri untuk keperluan yang tidak mendesak, karena sesuai dengan prosedur untuk menerapkan status keadaan darurat yang diatur dalam “Act on Special Measures for Pandemic Influenza and New Infectious Diseases Preparedness and Response”, pada tanggal 26 Maret telah disahkan dalam kabinet pembentukan “Tim Penanganan Covid-19”, dan pemerintah akan mempersiapkan untuk kondisi terburuk.
- Diharapkan pengertiannya atas pembatasan-pembatasan aktivitas, semuanya pasti sudah mulai lelah dan stress, tapi ini semua demi menghindari terjadinya pembatasan aktivitas yang lebih tegas seperti di negara-negara lain.
http://www.kantei.go.jp/jp/98_abe/statement/2020/0327kaiken.html?fbclid=IwAR21_xcqvHY74XIibftJTq4KA4xps-mIoDYV5ESTXYCut89qOh4ytteRdqc
Awal
bulan April, karena semakin meluasnya penyebaran serta melonjaknya angka orang
yang terkena Covid-19, akhirnya Gubernur Koike resmi memberlakukan Status
Keadaan Darurat di Tokyo sejak 6 April 2020. Hari itu pun beliau kembali
menegaskan bahwa Status Keadaan Darurat berbeda dengan Lockdown. Berikut
kutipan hasil terjemahan Ibu Koike, Gubernur Tokyo pada 6 April 2020.
Secara garis besar, inti dari tindakan yang diambil kali ini
adalah:
a. Meminta warga untuk sebisa mungkin tidak keluar rumah
b. Membatasi penggunaan fasilitas dan penyelenggaraan acara.
Di New York, London, Paris menetapkan Lockdown, penutupan
kota, tetapi untuk tindakan yang diambil kali ini, pemerintah (Tokyo) tidak
membatasi aktivitas masyarakat secara paksa, tujuan utama adalah untuk
menghindari sebisa mungkin kontak langsung dari orang ke orang. Tokyo tidak
menetapkan Lockdown.
Pesan kepada Masyarakat Tokyo:
1. Tidak pergi keluar
rumah
Apabila kondisi mengharuskan pergi keluar rumah, ambil jarak 2
meter dengan orang lain. Sekali lagi, ini untuk melindungi diri sendiri,
keluarga, dan masyarakat.
2. Tidak panik dan
belanja berlebihan
Pemerintah tidak meminta toko-toko yang menyediakan bahan
kebutuhan sehari-hari untuk berhenti beraktivitas. Maka dari itu, tidak perlu
panik dan berbelanja berlebihan. Belanja untuk keperluan sehari-hari dan juga
pergi ke RS untuk berobat tidak dilarang.
3. Hindari mudik karena
panik
Pemerintah tidak meminta perusahaan penyedia transportasi publik
untuk memberhentikan pengoperasian alat transportasi publik.
4. Usahakan sebisa
mungkin untuk menerapkan Telework, sebisa mungkin tidak pergi ke tempat kerja.
Situs
terkait:
Keputusan ini akhirnya diperluas penetapannya oleh
Pemerintah Pusat Jepang. Pada tanggal 7 April 2020, melalui Perdana Menterinya,
Jepang menetapkan Status Keadaan Darurat di tujuh Prefektur, yakni Tokyo, Kanagawa, Saitama, Chiba, Hyogo, Osaka dan
Fukuoka.
Berikut terjemahan kutipan pernyataan PM Abe saat mengumumkan
penerapan Status Keadaan Darurat, 7 April 2020:
1. Sebisa mungkin melakukan telework, apabila sangat
diperlukan pergi ke kantor, dibuat shift bergilir untuk menekan
semaksimal mungkin orang yang pergi ke tempat kerja sampai 70%, menghindari rush
hour, menjaga jarak antar orang di lingkungan kerja, dan lainnya
2. Untuk restoran yang tetap beroperasi, diminta mengontrol
sirkulasi udara dan menjaga jarak antar tamu restoran
3. Libur sekolah semakin panjang, bekerja sama dengan pemerintah
daerah akan dipercepat penyediaan sarana dan prasarana untuk belajar secara
online
4. Telah dimulai perijinan untuk pemeriksaan pasien melalui
telepon dan online, termasuk untuk pasien yang periksa untuk pertama kali.
Mohon dimanfaatkan untuk mengurangi resiko tertular di RS
5. Apabila masih harus keluar untuk berbelanja keperluan
sehari-hari, dan lainnya, diharapkan menghindari lokasi dengan 3 kondisi rawan
penularan
6. Tidak ada masalah untuk jalan-jalan, jogging di sekitar
rumah
7. Mohon menghindari bepergian ke bar, night club, karaoke, live
house karena fasilitas2 ini memenuhi 3 kondisi rawan penularan
8. Mohon menghindari acara berkumpul dan 飲み会 (baca: nomikai).
Diharapkan tidak mengadakan acara makan bersama selain anggota keluarga
9. Saat keluar rumah, hindari keramaian, jaga jarak dengan orang
lain, memakai masker agar droplet tidak tersebar dan menyebabkan penularan
kepada orang lain.
Situs terkait:
Wakil
Ketua Tim Ahli dari Ministry of Health Labour and Welfare Japan yang juga menjabat sebagai Komite Penasehat saat
menetapkan Status Keadaan Darurat, Shigeru Omi Sensei, menjelaskan tentang aktivitas yang dapat
dilakukan oleh masyarakat untuk mengurangi kontak langsung dari orang ke orang
sampai dengan 80%. Berikut kutipan
pernyataan beliau dalam acara New Watch 9 NHK pada 9 April 2020.
- 100% mengurangi kegiatan yang berlokasi di tempat yang memenuhi
3 kondisi rawan penularan dan juga aktivitas malam hari (bar, night club,
izakaya, karaoke, dll)
- 80% mengurangi kegiatan di luar rumah. 20% sisanya untuk
belanja, pergi ke rumah sakit, dan keperluan mendesak lainnya.
- Minimal 40% mengurangi bekerja di luar rumah. Sebisa mungkin
bekerja dari rumah.
Shigeru
Omi Sensei menyakini, bahwa setiap orang memiliki kondisi yang berbeda-beda.
Belaiu mengajak agar semua masyarakat berusaha semaksimal mungkin untuk
mengurangi kontak langsung dari orang ke orang dan bersabar selama 1 bulan ini.
Tidak ada kata terlambat, kita tidak bisa merubah jumlah pasien baru yang
keluar dalam 2minggu ke depan. Dan yang tidak kalah penting adalah bagaimana
kita beraktivitas hari ini bisa merubah keadaan (mengurangi & menambah)
jumlah pasien baru 2 minggu yang akan datang.
Situs
terkait:
Karena meningkatnya jumlah cluster serta
bertambahnya kasus penularan, sepuluh hari pasca penetapan Status Keadaan
Darurat untuk tujuh Prefektur Jepang ditetapkan, akhirnya pada hari Jumat, 17 April
2020, PM Shinzo Abe menaikkannya menjadi
Status Keadaan Darurat Secara Nasional sampai dengan 6 Mei 2020.
Berikut kutipan akhir pidato PM Shinzo Abe
saat melakukan Press Release menetapkan Status Keadaan Darurat Skala
Nasional, 7 April 2020.
“Apa yang harus
kita lakukan sekarang tidak hanya menyelesaikan masalah yang ada di depan mata,
kita bisa merubah masa depan. Bila kita semua bisa menghindari pergi keluar
rumah untuk keperluan yang tidak penting dan tidak mendesak, kita bisa
menurunkan jumlah pasien baru 2 minggu lagi. Dan hal ini bisa menurunkan beban
dari fasilitas kesehatan. Diharapkan kerjasama semua masyarakat dalam keadaan
darurat ini untuk merubah keadaan di masa depan.”
Situs terkait:
Dari seluruh tahapan yang ditulis di atas
ada satu hal yang bisa digarisbawahi. Yang pertama adalah langkah yang diambil oleh setiap negara tentu berdasarkan hasil pengkajian dan pemikiran dari para tim ahli dari instansi terkait. Langkah tersebut telah disesuaikan pula dengan karakteristik masyarakat suatu negara, sehingga tentu langkah diambil antara satu negara dengan negara yang lain tidak sama. Yang kedua adalah pemerintah Jepang mengharapkan
kerjasama kepada seluruh masyarakat untuk melakukan Pembatasan Aktivitas, yang
akhirnya diikuti dengan himbauan agar lebih mengikat. Maka peran aktif dari
masyarakat adalah hal utama dalam upaya pencegahan makin meluasnya penyebaran pandemi
ini.
Sebagai warga masyarakat yang beradab marilah
kita bersikap yang baik dan patuh terhadap kebijakan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah setempat. Dengan mematuhi serta melaksanakan kebijakan yang telah
ditetapkan, kita telah berperan dalam upaya pencegahan makin meluasnya pandemi
ini.
Semoga bermanfaat
Salam
ARL
0 comments
Terima kasih sudah berkunjung, dan berkomentar dengan santun 😊
Cara mengisi komentar:
Pilih NAME/URL, Ketik dengan URL Blog, Isi komentar 📝